Indonesia didorong menyusun kerangka pengembangan teknologi pengumpulan data dan layanan digital secara serius menuju citizen portal. Ahli keamanan siber Indonesia, Ahmad Faizun menekankan hal itu penting untuk mewujudkan kemandirian Indonesia secara digital. Keunggulan teknologi industri informasi sebagai pemicu kemandirian suatu bangsa ungkapnya, dapat berkaca dari Korea Selatan, dimana industri teknologi informasi mereka dilengkapi dengan industri konten yang dibangun secara matang dan berkelanjutan.
Hasilnya, Korea Selatan terbukti mampu menyaingi Amerika Serikat sebagai produsen gawai Apple, sinetron dan film layar lebar Hollywood. Faiz, panggilan akrab Faizun menggarisbawahi hanya dengan teknologi informasi tepat guna, pemerintah akan mampu memonitor seluruh pendapatan negara lewat konsolidasi data PPN dan pendapatan perusahaan serta pengawasan pembelanjaan negara melalui seluruh kanal kementerian, pemerintah pusat dan daerah. Menurutnya portal layanan satu pintu untuk investasi dan layanan usaha OSS Indonesia adalah suatu upaya yang baik, terutama apabila ditingkatkan sampai kelayanan individu untuk integrasi data lebih baik dari seluruh layanan pemerintah, seperti pajak, PBB, PBN, SIM, STNK, BPKB, sekolah, akta lahir dan lainnya.
Lebih jauh Komisaris Maplecode.id, perusahaan yang bergerak di bidang IT ini menyebut kemandirian secara teknologi dapat dimulai melalui satu identitas untuk seluruh layanan tersebut. Faiz mengemukakan bahwa teknologi eKTP dengan sudah dilengkapi dengan perekaman data bio metric dapat digunakan untuk alat pembayaran dan alat anti pemalsuan identitas. Selain data biometric sebagai alat pembayaran dan keperluan administrasi, pemerintah juga didorong untuk memperbanyak keberadaan CCTV yang terintegrasi dengan baik sehingga kontrol negara atas keselamatan berbasis pergerakan warga negara dapat semakin mumpuni.
Rekaman CCTV ini tentunya kata Faiz selain untuk antisipasi keamanan sekaligus mempercepat proses identifikasi untuk pengungkapan sebuah kasus hingga pembuktian di pengadilan. “Apabila kita melihat ke China, pengumpulan data secara biometric, dilengkapi dengan pemasangan CCTV (closed circuit television) di seluruh negeri, memungkinkan negara untuk memonitor pergerakan warganya, sebagai upaya untuk mencegah kejahatan yang sering timbul di titik – titik rawan, seperti kejahatan human trafficking, perampokan, pencurian dan penipuan,” kata Faiz melalui keterangan tertulisnya, Rabu (26/10/2022). “Penggunaan teknologi yang tepat biaya akan memungkinkan rekonstruksi kejahatan yang sekarang banyak diliput media massa untuk dapat diputar ulang di pengadilan untuk mendapatkan fakta yang tidak bisa direkayasa dari kejadian sesungguhnya,” timpalnya.
Melansir data website tooltester yang dikeluarkan Juli 2022 lalu, Faiz memaparkan China disusul Amerika menempati negara terbaik atas pemantauan CCTV terhadap warganegaranya. Bahkan Singapura menempati posisi keempat dunia di bawah Inggris atas pemantauan aktivitas warga negaranya. “Indonesia, masih jauh ketinggalan dalam hal monitor warganya dari sisi CCTV. Namun, seyogyanya, Indonesia juga memiliki kemandirian tidak hanya dari surveillance secara fisik, tapi juga, online surveillance. China sudah memiliki kemandirian secara digital di tingkat ini, dengan terbukti mampu untuk melarang korporasi raksasa dunia untuk mengumpulkan data dari penggunanya,” Faiz berkomentar.
“Kemandirian digital sudah menjadi hal mutlak bagi bangsa Indonesia, hal yang perlu dibangun agar kita tidak menyebarluaskan prilaku dan pola tindak laku digital kita ke bangsa lain,” imbuhnya. Kemandirian terhadap teknologi diyakini Faiz juga akan berdampak pada swasembada di segala sektor. Faiz menuturkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam berbagai kesempatan selalu mengingatkan akan bahaya laten resesi 2023. Oleh karenanya dalam kegiatan presidensi G20 Bali, prioritas isu utama yang diangkat adalah Arsitektur Kesehatan Global, Transformasi Digital dan Transisi Energi Berkelanjutan.
“Namun dari kacamata kami, selaku pengamat dan pelaku pasar di tingkat mikro. Program kerja tidak hanya dapat berhasil bila hanya dicanangkan dan didengungkan di tingkat tinggi, tingkat pemerintah dan tingkat antar negara. Perlu diwujudkan ke dalam program program strategis taktis yang mampu menjawab tantangan kehidupan bermasyarakat yang lebih baik untuk menunjang slogan “pulih bersama,” kata pria yang juga menjabat sebagai komisaris utama perusahaan minuman mineral beroksigen ini. Masih menurut Faiz, kelemahan pemerintah Indonesia selama ini, tidak pernah memiliki ukuran keberhasilan suatu program dilaksanakan. Hal ini berefek masih banyaknya rakyat yang berada dalam kebingungan atas kemana larinya pajak dibayarkan oleh mereka.
“Program pertanggungjawaban dari anggaran APBN yang mencapai 3.000 Trilyun Rupiah. Sudah selayaknya pemerintah memilik sistem pelaporan kinerja realisasi APBN yang diukur dari pencapaian tujuan pembangunan secara efektif dan efisiensi, dengan penggunaan teknologi digital,” ujarnya. Meski kemandirian teknologi menjadi salah satu poin penting dalam swasembada dalam berbagai bidang, namun upaya penanggulangan resesi diingatkan Faiz juga memerlukan berbagai program lain yang dijalankan secara transparan disertai baiknya praktik tata kelola. Sebagai contoh, Amerika di masa kepemimpinan Presiden Barack Obama membeberkan secara transparan mengenai program yang dijalankan, baik yang berhasil maupun tidak hingga apa yang berkelanjutkan di kepemimpinan presidenan berikutnya.
“Ini bukan yang terbaik, tapi AS adalah salah satu negara yang keterbukaan informasinya dapat dicontoh. Masyarakat Indonesia perlu memiliki suatu wadah secara digital, sehingga program yang diusung pemerintah menjadi sudah yang dimiliki rakyat, bukan hanya milik segelintir orang yang memiliki akses ke anggota dewang yang terhormat, atau menjadi pembisik penguasa,” kata Faiz. Singkatnya, Faiz berharap pemerintah mewujudkan kemandirian teknologi informasi sebagai bagian dari program swasembada 5.0 yang meliputi berbagai sektor, termasuk pangan, pembangunan infrastruktur berkelanjutan, hingga finansial. (*)